Janji adalah
sebuah ungkapan atau omongan yang perlu di pertanggung jawabkan, karena
di saat kita sudah
berjanji. berarti kita harus siap dengan apa yang
kita janjikan.
Seperti kata pepatah “Janji adalah hutang” artinya
janji sama dengan uang, saat kita berhutang dengan orang lain, kita
harus segera melunasinya. Begitu pula dengan janji, jika kita sudah
berjanji dengan orang lain kita harus menepatinya.
Bicara soal janji, aku ingat akan janjiku pada temanku setelah sekolah nanti, kita mau pulang bersama.
“Hai
Dimas!” Suara itu mengagetkanku yang saat itu aku masih melamun di
kursiku, ya beginilah. Aku memang kadang suka melamun sendiri di kelas
saat istirahat sekolah hampir selesai.
“Iya apa Din, ada
apa?” jawabku sedikit kaget dengan sapaannya tadi. Namanya Dina, Ia
temanku bisa juga disebut sahabatku, kadang dia yang slalu bisa mengerti
aku. Iya, memang aku karakter anak yang pendiam dan tidak mudah akrab
dengan yang lain. tapi menurutku gadis itu berbeda, aku sangat nyaman
dengannya.
“Tak apa kok, kamu melamun saja sih !” Ucapnya sambil menyindirku.
“Kyak gak tau aku saja kamu Din!” Jawabku tanpa basa basi.
“Oh
iya, nanti jadi pulang bareng ya Dim?” Tanyanya dengan senyuman yang
sangat mencurigakan bagiku. “iya!” Jawabku pendek menegaskan janjiku. Ia
pun tersenyum balik kepadaku, kita saling balas senyuman.
**
Teet..
Teet.. Teet..
Suara
itu tak asing lagi, bel tiga kali adalah pertanda bahwa pelajaran telah
selesai. Aku pun bersiap untuk pulang, tapi aku tidak lupa akan janjiku
tadi.
“Hai Dimas” Suara itu terdengar lagi, “ayo kita pulang!” Ujarnya sambil menyeretku keluar kelas.
“ Eh, tunggu sebentar! Jangan terburu buru” Ujarku yang masih kerepotan dengan tas yang masih tersandang sebelah.
“Ayo
cepat ikut aku Dim!” ujarnya dengan senyumannya yang sangat manis itu.
Terkadang aku sangat terpesona dengan senyumnya itu, sepertinya aku
punya rasa dengannya.
“Mau kemana sih?” ucapku dengan penuh penasaran.
“…?”
Ia diam dan tak terjawab pertanyaanku sama sekali, tapi dia masih
memegang tanganku dengan penuh semangat, seperti ingin menunjukkan
sesuatu kepadaku.
“Kita sampai di taman Dim.” Langkah kita terhenti disana.
“Coba lihat ulat kecil yang ada di bunga itu Dim!” Ujarnya sembari jari jemarinya menunjuk ke arah bunga ditaman.
“Iya, terus kenapa?” Tanyaku tak mengerti akan maksudnya.
“Lihat
saja. walaupun ulat itu kecil, tapi ulat itu terus berusaha agar bisa
jadi kupu-kupu cantik yang dapat terbang bebas” Jelasnya pelan-pelan
dengan penuh pengertian.
“Meskipun kau juga kecil, kau
harus bisa jadi yang terbaik ya Dimas. wujudkan semua Impianmu !”
Ujarnya dengan tersenyum dan penuh semangat.
“Kau benar sekali Din, aku harus bisa.” Jawabku sedikit tertunduk.
“Janji ya?” Ujarnya dengan mengulurkan jari kelingkingnya yang mungil.
“Iya, aku berjanji !” Jawabku tersenyum, jari kelingkingku juga ikut bersamanya.
“Baguslah kalau kau sudah mengerti, ayo kita kesana.!” Ujarnya dengan menyeretku lagi.
Setelah itu kita hanya duduk mengobrol dan bercanda disana.
**
Terik matahari tiba, pagi pun mulai terang. Seperti biasa aku langsung beranjak untuk berangkat sekolah.
Setiba dikelas. “Eh, dimana Dina ya?” Tanyaku dalam hati. Aku langsung beranjak ke kelasnya, karena sebenarnya kita beda kelas.
“Hai, apa kau lihat Dina?” Tanyaku pada teman Dina.
“Dina tidak masuk, katanya sih kemaren ia habis kecelakaan.” Jawab teman Dina.
“Apa?, yang benar?. Terus sekarang ia dimana?” Tanyaku berturut-turut dengan penuh gelisah.
“Ia
sekarang masih di rawat di rumah sakit, ini alamatnya. Coba kau lihat
!” Jawabnya dengan menunjukkan selembar kertas yang berisikan sebuah
alamat.
“Baiklah, Terima kasih. Nanti aku akan melihat keadaannya.” Ujarku berterima kasih.
Sepulang
sekolah biasanya aku selalu ditemani oleh Dina, tapi sekarang terasa
berbeda bila ia tidak ada, sungguh tak enak bagiku. Hari itu aku
langsung beranjak ke rumah sakit yang katanya Dina sedang dirawat
disana.
Setiba disana. “Sus, apa ada pasien yang bernama Dina?” Tanyaku agak tergesa-gesah.
“Iya ada, di sebelah sana” Jawab suster tersebut dengan menunjukkan arah itu.
“Emangnya pasien itu sakit apa sus?” Aku hanya memastikan apa benar itu kamarnya Dina.
“Habis kecelakaan dek! pendarahan parah.” Jawab suster itu.
Aku
langsung beranjak menuju kamar yang ditunjukkan suster tadi, ku lihat
sejenak. “Kenapa ramai sekali?” Tanyaku dalam hati dengan penuh
penasaran.
“Pak ada apa ini? Bagaimana keadaan Dina?” tanyaku kepada orang-orang yang ada disana, mungkin itu keluarga Dina.
“….” suasana disana berubah menjadi sunyi, semua terdiam tanpa kata.
“Dina
apa yang terjadi? Mana senyuman manismu yang selalu hadir di hari-hari
ku.?” Aku bertanya kepada jasad Dina yang ternyata sudah terbujur kaku
karena pendarahan yang parah. Dan aku hanya bisa ikut menangis tanpa
kata-kata lagi, namun masih ada satu Janji yang selalu terfikirkan. Aku
harus menepati janji itu.
**
Sepeninggal
Dina, aku sekarang lebih bersemangat untuk belajar. Karena untuk
mewujudkan janji itu aku harus selalu berusaha dan terus berusaha,
sampai akhirnya aku selalu bisa menjadi bintang kelas dan mendapatkan
hasil yang maksimal.
Setelah beberapa tahun, aku sudah lulus
kuliah di perguruan tinggi negeri. Sekarang aku sudah sukses, aku sudah
menepati janjiku pada Dina. Suatu hari aku tidak lupa menyempatkan diri
untuk pergi ke makam Dina, aku masih ingat dengan kata-kata yang sangat
bermakna hingga membuatku termotifasi menjadi seperti ini
.
"Apa kau masih ingat aku?" Aku bertanya sendiri.
"Ku yakin kau pasti ingat, dan kau selalu mengawasiku selama ini."
"Kau
masih ingat apa yang pernah kau tunjukkan padaku?. Iya ulat itu,
Sekarang ulat itu sudah menjadi kupu-kupu yang cantik." Depan batu
nisannya aku bicara sendiri.
“Lihatlah, aku sudah berubah. Sekarang aku seperti kupu-kupu yang dapat terbang bebas menuju Impian.”
.
~The End